Ekonomi Indonesia dikenal dengan kegiatan bisnis informal, yakni usaha kecil dan menengah (UKM). Data stastistik tahun 2007 menunjukkan jumlah unit usaha UKM mendekati 99,98 persen dari total unit usaha yang ada di Indonesia.
Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang (97,3 persen) dari seluruh tenaga kerja yang ada di Indonesia. Ini mencerminkan peranserta UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi berarti bagi pemerataan ekonomi Indonesia.
Hal ini karena dunia UKM banyak berperan pada sektor riil. Negara kaya akan sumber daya alam seperti Indonesia dengan jumlah penduduk mendekati seperempat miliar membutuhkan kegiatan ekonomi yang berpijak pada sektor riil. Investasi swasta (termasuk asing) perlu diarahkan pada penanaman modal di sektor riil bukan non riil.
Aliran dana investasi berupa hot money hanya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi semu yang rentan terhadap gejolak politik. Jika ini terjadi, dapat mengganggu perekonomian bangsa secara keseluruhan. Upaya menumbuh-ratakan perekonomian Indonesia sebaiknya diarahkan pada tumbuh-kembangnya UKM dan kegiatan ekonomi informal yang jumlah unit usahanya mendekati 100 persen dari jumlah unit usaha yang ada.
Sudah menjadi rahasia umum, perbankan cenderung berbisnis dengan pengusaha besar beromset miliaran rupiah bahkan triliunan rupiah. Secara logika, berbisnis dengan pengusaha besar dapat membawa keuntungan yang cukup besar. Sayangnya yang dilihat lebih pada keuntungan besar semata. Padahal risiko kerugian tak kalah besar bila kerjasama dengan pengusaha besar tak berjalan sebagaimana mestinya. Pengalaman empirik di Indonesia membuktikan kerugian pahit itu bagi perbankan.
Terpuruk
Betapa perbankan terpuruk saat krisis moneter di tahun 1998. Banyak usaha besar gulung tikar, sehingga memengaruhi sektor perbankan. Sedang UKM tingkat risiko dan spekulasinya tak setinggi usaha besar. Tambahan lagi UKM lebih banyak bermain di sektor riil yang memenuhi kebutuhan dan keperluan sehari-hari masyarakat. Mencermati situasi semacam ini ada baiknya pihak perbankan mulai membuka diri dan tak mempersulit UKM memperoleh kredit dan mendukung pengembangan bisnisnya. Merangkul UKM bagi perbankan justru lebih aman dan menguntungkan baik dalam jangka pendek maupun menengah.
Demikian banyak UKM yang telah lama menjalankan usaha dan berprospek luar biasa. Namun, karena kurang dana dan polesan pupur manajemen, maka UKM jarang menjadi besar. Sebagai contoh penjual es kelapa muda di Kota Malang yang menjajakan usahanya dengan rombong sederhana, beromset di atas Rp 1 juta per hari. Terungkap bahwa semangat, tekad dan kemauan untuk mengembangkan bisnis cukup besar. Yang diperlukan pelaku UKM ini adalah tambahan modal serta pencerahan terhadap wawasannya tentang manajemen bisnis profesional.
Sebenarnya prospek bisnis UKM seperti pedagang es kelapa muda tersebut terbuka luas dan berpeluang besar. Banyak usaha kecil/UKM yang demikian laris, sayangnya manajemen bisnis mereka masih sederhana. Hal ini dapat dimaklumi karena kebanyakan mereka menjalankan usahanya secara learning by doing, tidak memeroleh pendidikan khusus. Tumbuh-kembang usaha acapkali dikarenakan situasi dan kondisi yang mengharuskan mereka berbisnis dengan segala keterbatasan yang ada. Bila saja perbankan menyalurkan kredit sekaligus membantu mempertajam manajemen bisnis mereka, bukan tak mungkin UKM akan bertumbuh secara profesional.
Sementara perbankan akan menuai untung dari kemajuan UKM tersebut. Usaha semacam ini tersebar di segala penjuru Tanah Air secara merata, karena memang jiwa entrepreneurship bangsa ini telah terbukti dan teruji dalam sejarah, hanya saja tampaknya perbankan kurang memerhatikan. UKM biasanya patuh pada koridor siklus bisnis yang normal dan tak mengada-ada. Karena pada umumnya target dan bidikan pasarnya jelas. Barang atau jasa yang diperdagangkannya sudah berlangsung cukup lama.
Jika satu dua UKM goncang tak akan menggoncang perbankan. Tapi jika satu usaha besar goyah, ini luar biasa dan dapat menggoyahkan perbankan sebagai mitra kerjanya. Lebih jauh bila terjadi dalam skala besar akan berdampak krisis moneter seperti yang terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu.
Oleh karenanya tata pandang perbankan terhadap UKM harus diubah secara signifikan. Lihatlah ke bawah pada ekonomi rakyat kebanyakan (UKM). Orientasi bisnis yang menerapkan manajemen profesional perlu disosialisasikan oleh perbankan kepada UKM agar menjadi bagian dari etos dan budaya kerja best practices mereka sehari-hari.
Bila usaha kecil mudah mendapat kredit perbankan dan manajemen bisnis dikembangkan mengikuti prinsip-prinsip manajemen modern, saya yakin sektor riil kita akan lebih menggeliat dan dinamis. Hal ini karena UKM telah tumbuh-kembang dengan sehat dan berkualitas berkat bimbingan tim manajemen perbankan. Dengan demikian, merupakan keniscayaan, ekonomi kerakyatan menjadi soko guru pembangunan ekonomi makro dan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang berkeadilan sesuai amanah UUD 1945.
NB: artikel ini pernah dimuat di harian SURYA edisi 15 Nopember 2010