oleh : Khoirul Hidayah
Indonesia adalah negara yang secara geografis memiliki banyak pulau, yang terdiri dari bermacam-macam suku, adat, dan budaya. Agama dan kepercayaan juga menjadi variable tambahan yang mewarnai keaneranekaragaman bangsa Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Majapahit adalah kerajaan besar di nusantara yang mampu menyatukan wilayah nusantara dengan keanekaragaman budaya dan agama. Hindu dan Budha sebagai agama mayoritas pada saat itu telah mampu memberikan ruang untuk Islam bisa masuk di wilayah Nusantara (1293-1527). Islam masuk dalam lingkungan kerajaan Majapahit melalui peran Syeh Jumadil Kubro, ulama besar dari Samarkand, Uzbekistand, yang mampu berdakwah di wilayah nusantara dengan cara santun dan damai, tanpa konflik dengan agama local.[1]
Salah satu karya sastra besar di jaman Majapahit yang memberikan warisan nilai-nilai luhur dalam kehidupan berbangsa adalah Sutasoma karya Empu Tantular. Sutasoma memiliki peran penting bagi kehidupan berbangsa di Indonesia. Semboyan nasional Bhineka Tunggal Ika adalah bersumber dari Sutasoma yang selalu mempromosikan toleransi beragama antara Hindu, Budha di masa kejayaan Majapahit.[2] Semboyan tersebut menjadi warisan nilai luhur bangsa dan menjadi rujukan, pedoman bagi bangsa Indonesia dalam membangun kerukunan dan toleransi  beragama yang dalam implementasinya tertuang di dalam nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.
Bhineka Tunggal Ika dan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara dalam implementasinya ternyata tidak mudah dan membutuhkan perjuangan. Transfer nilai-nilai Pancasila harus dilakukan secara keberlanjutan dan dibangun dari generasi-ke generasi. Banyak tantangan dan ancaman yang tentunya menjadi persoalan yang harus dihadapi. Isu global dan radikalis menjadi ancaman di setiap waktu. Pemerintah harus selalu waspada dengan ancaman disintegrasi bangsa melalui isu agama. Agama yang merupakan ranah privat bisa menjadi ranah public jika terkait dengan isu persatuan dan kesatuan. Upaya pemerintah baik preventive dan represif harus diatur melalui kebijakan pemerintah yang berkemanusiaan dan berkeadilan.
Isue global pada saat ini perang antara Israel dan Palestina bisa menjadi isu agama yang mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia sebagai negara yang memiliki tujuan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, tentunya bisa dilakukan oleh pemerintah di forum komuniasi internasional dan memberikan bantuan kemanusiaan. Isu politik pilpres tahun 2024 pada saat ini harus terjaga dari isu agama global yang dapat melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hubungan kemanusiaan baik di dalam wilayah negara Indonesia ataupun antar negara harus selalu dijaga.
Bahaya laten terkait toleransi beragama harus diwaspadai baik di lembaga pendidikan ataupun lingkungan sosial masyarakat. Beberapa pengalaman yang pernah teramati adalah fenomena di lembaga sekolah pondok pesantren. Pondok pesantren[3] tidak memberikan libur natal pada sekolah smp di lingkungan pondok dikarenakan tanggal libur adalah kalender milik Nasrani, dan tetap aktif masuk sekolah, dan libur diganti di hari lainnya. Statemen kalender milik Nasrani disampaikan di forum kelas. Selain itu juga ada pernyataan guru agama di kelas tentang larangan mengucapkan hari raya agama lain baik offline ataupun di media sosial. Fenomena tersebut masih marak sampai sekarang. Fenomena ini  tentunya menjadi benih intoleransi pada generasi muda. Tentunya menjadi kegelisahan ketika lembaga pendidikan sebagai salah satu pintu utama transfer nilai-nilai Pancasila belum mampu diwujudkan.
Selain lembaga pendidikan, juga teramati di lingkungan  perumahan, ketua RT yang menegur jamaah protestan ketika ada perkumpulan jamaah di rumah warga (berdoa dan bernyanyi).[4] Padahal jamaah diba’ dengan music hadrah di rumah warga diperkenankan. Selain itu juga adanya fenomena penolakan pemberian bingkisan natal pemeluk Nasrani untuk warga Sukorejo, Kabupaten Pasuruan (2021), menjadi fakta masih adanya bahaya laten intoleransi yang harus diperhatian oleh pemerintah.[5]
Fakta intoleransi tradisi kearifan local juga masih ditemui. Video viral pembuangan sesajen di Gunung Semeru (2021)[6] menjadi fenomena yang patut diperhatikan, belum adanya pemahaman dan penghargaan dengan tradisi local. Intoleransi adalah akibat dari rasa belum mampu menghargai perbedaan. Padahal Alloh melalui Surat Al Hujurat ayat  13 menyatakan bahwa adanya perbedaan di bumi ini adalah agar saling mengenal. Mengenal dalam hal ini bisa dimaknai mengenal ciptaan Alloh yang luar biasa. Melalui perbedaan tidak ditujukan untuk menimbulkan konflik, tapi bertujuan untuk saling melengkapi (harmonis).
Konsep Tri Hita Karana dalam Hindu bisa menjadi ajaran kebaikan untuk selalu menciptakan harmonisasi dalam kehidupan bermuamalah dan juga dengan lingkungan alam semesta. Dalam ajaran tersebut menjelaskan bahwa semua tindakan manusia harus selalu bertujuan untuk memenuhi unsur Ketuhanan, selaras dengan alam semesta (lingkungan hidup) dan kebaikan hubungan kemanusiaan. Harmonisasi dan keselarasan dalam menjalankan kehidupan harus selaras dengan Tuhan, alam semesta dan manusia. Keindahan ajaran tersebut selaras dengan ajaran kasih sayang dalam Islam dan cinta damai dalam Nasrani.
Islam selalu mengajarkan membaca basmalah di setiap aktivitas keseharian, nilai kasih sayang terdapat di dalamnya. Alloh Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tentunya menjadi sebuah doa yang selalu mengiringi umat muslim untuk selalu saling manyayangi sesama makhluk Tuhan (yang berwujud ataupun tidak berwujud), tanpa melihat perbedaan baik suku, golongan dan agama. Kalimat basmalah hanya dibaca tapi belum dimaknai yang sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari. Kalimat ini sering dilupakan oleh kepompok paham Islam garis keras dan kaum radikal.
Nilai-nilai saling menghargai perbedaan di atas terdapat di semua agama dan kepercayaan. Pancasila telah mewadahi nilai-nilai kebaikan semua agama, tentunya menjadi modal bagi bangsa Indonesia untuk hidup rukun dan saling menyayangi. Perbedaan akan selalu ada di semua bidang kehidupan. Perbedaan adalah ciptaan Tuhan, tentunya menjadi misi manusia untuk menjaga perbedaan (saling mengenal/litaarafu) dan hidup cinta damai. Keindahan bumi juga karena adanya perbedaan. Harmonisasi dan keselarasan harus selalu kita ciptakan baik sesama manusia dan juga alam semesta. Konsep moderasi beragama adalah salah satu bentuk upaya penyelarasan perbedaan agama dan keyakinan dalam hidup bersosial. Semoga program pemerintah melalui penguatan moderasi beragama di Kementrian Agama menjadi penguatan persatuan dan kesatuan dan mampu menciptakan rasa persaudaraan saling mengasihi dan menyayangi sebagaimana sifat Alloh Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Program penguatan agama sangat bagus bersinergi dengan lembaga pendidikan, seperti perguruan tinggi. Perguruan Tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam melakukan transfer nilai moderasi beragama. Hal ini tentunya harus dibangun dan diwujudkan dalam kegiatan tridharma Perguruan Tinggi. Pengajaran nilai moderasi beragama di kelas tidak hanya tertuang dan disampaikan di satu Mata Kuliah tertentu, namun seharusnya juga disampaikan di pengajaran semua mata kuliah. Nilai saling menghargai perbedaaan berpendapat dan pemikiran dalam kajian keilmuan, tentunya menjadikan latihan untuk selalu bijak dalam menghadapi perbedaan. Penelitian yang dilakukan oleh akademisi juga tentunya menjadi pesan moral agar selalu memberikan keselarasan dalam menghadapi perbedaan fenomena. Kritik disampaikan dengan santun, dan menghargai perbedaan dengan bijaksana. Penelitian terkait kearifan local juga harus dijaga dengan baik dalam hal tujuannya adalah untuk melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan mempertemukan persamaan dengan agama, tidak melakukan penelitan dengan membenturkan hukum adat dan agama, sehingga menjadikan konflik tradisi dan agama. Pengabdian masyarakat di perguruan tinggi juga akan memberikan banyak manfaat dalam hal nilai moderasi beragama masuk di dalam program pengabdian masyarakat. Melalui program pengabdian, transfer nilai toleransi beragama langsung dapat menyentuh masyarakat.
[1] https://jatim.nu.or.id/tokoh/kemahiran-syekh-jumadil-kubro-dalam-menyebarkan-islam-di-kerajaan-majapahit-8XD6b
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit
[3] Pengalaman pribadi melalui Pendidikan anak di SMP pondok pesantren di Pasuruan (2015)
[4] Pengalaman pribadi di perumahan daerah Pasuruan (2003)
[5] https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5874222/kasus-penolakan-bingkisan-natal-di-pasuruan-berakhir-damai
[6] https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/16/163000723/viral-pria-tendang-sesajen-di-gunung-semeru-dosen-filsafat–sesaji-adalah?page=all