Membincang dunia pendidikan ruhnya adalah agama. Pendidikan akan sempurna manakala bersandar pada nilai-nilai agama. Oleh karena itu, seharusnya kita amalkan ilmu yang telah diperoleh dengan dengan berdasar pada keluhuran akhlak dan nilai-nilai agama. Sejak belajar dan mengajar di kampus, saya kerap mencoba melakukan perenungan yang mendalam. Dari hasil perenungan itu, saya menyimpulkan bahwa ketika seseorang menuntut ilmu, akan menjadi kurang sempuna jika tidak melengkapinya dengan sumber-sumber dari kitab suci Al-Qur’an dalam kajiannya. Al-Qur’an dapat memberikan informasi dan ketrangan yang sangat luas dalam segla segi dan tak ada habis-habisnya, bahkan sangat menarik dalam membentuk keperibadian setiap individu.
Menuntut ilmu sejak seseorang dilahirkan sampai meninggal dunia. Dengan demikian, dalam menuntut ilmu dibutuhkan sikap sungguh-sungguh dan konsisten (istiqomah) dalam mempelajari dan mengkaji pelbagai ilmu, demi tercapainya sebuah cita-cita (azam). Dalam mengembngakan sikap konsisten ada baiknya seseorang belajar dari dua tokoh terkemuka. Misalnya, gara-gara melihat tetes demi tetes air yang mampu melobangi batu dan lebih perkasa dari pada batu, ulama besar Imam Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqolany kembali semangat berkelana menimba ilmu. Ia melihat tamsil, mencari ilmu memang susah, namun dengan melihat keuletan air, suatu saat kelak, yang ia cari dan cita-citakan bakal diraihnya. Karena itu pula, dari tangan Ibnu Hajar, terlahir buah karya kitab-kitab fenomenal, seperti Bulughul Maram, Al-Ishabah, Lisan Al-Mizan, dll. Bahkan, kitab Fath al-Bary menjadi rujukan para pengkaji hadits.
Memang air, telah mengajari tentang banyak hal, ia selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Ia tidak pernah ragu untuk terus mengalir. Ia tidak pernah lelah menyusuri jarak berpuluh-puluh kilometer, bahkan ratusan hingga ribuan kilometer, melintasi hutan, membelah padang dengan satu tujuan : muara.
Begitu pula yang biasa dipetik dari tokoh Thomas A. Edison. Kegagalan demi kegagalan terus dilalui sebelum akhirnya ia menemukan prinsip bola lampu pijar. Ia pernah mengatakan :“Bukannya saya 10 ribu kali gagal menemukan materi yang benar untuk membuat lampu pijar, tetapi sya 10 ribu kali berhasil menemukan cara yang salah dalam membuat lampu pijar, yang membawa saya 10 ribu kali lebih dekat kea rah bahan yang benar.” Tokoh ini telah berhasil membukukan ribuan penemuan, 1093 diantaranya telah dipatenkan. Edison menyebut keberhasilannya berasal dari kombinasi kerja keras, pendirian yang kokoh, dan akal sehat. Pendek kata, ide-ide kreatifnya yang mendunia berhasil diwujudkan berkat sikap konsisten. Nilai konsistensi yang terlahir dari mimpi besar, mampu menerangi dunia.
Orang yang konsisten akan memperjuangkan cita-citanya tanpa kenal lelah dan tak mengenal kamus menyerah. Ia akan meluruskan arah dan teguh dalam pendirian (Istiqomah) dalam menggapai tujuan, walau menghadapi banyak rintangan atau bahkan kegagalan. Dan, seperti kita ketahui, betapa banyak pertandingan dimenangkan bukan oleh yang tercepat, tetapi oleh yang terulet. Sang waktu, selalu berpihak kepada yang terulet untuk akhirnya mewujudkan impiannya. Inilah pesan mulia dan sikap konsisten yang dicontohkan kedua tokoh tersebut. Bagaimana dengan kita ?
Konsistensi yang sama juga diserukan kitab suci al-Qur’an kepada semua orang yang beriman untuk menjaga arah keimanannnya kepada Allah. Jangan sampai iman itu ditukar dengan harga yang murah. Iman harus dibawa, diperjuangkan, dan terus dipelihara sampai nafas/titik darah penghabisan. Allah SWT berfirman ( QS.46 : 13 ) :
ان الدين قا لوا ربنا الله ثم استقاموا فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah“ kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tiada pula mereka berdukacita”.
Konsisten dalam menjaga arah tujuan bisa diibaratkan seperti jalannya kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda. Bila keempat-empatnya diarahkan kepada tujuan yang sama, kereta pun akan meluncur ke tujuan yang dikehendaki. Semakin keras cambuk diayunkan sais/sopir, semakin kencang lari kuda menuju sasaran. Namun, bila masing-masing kuda berlari ke arah yang berbeda, pasti jalannya kereta akan kacau dan tidak mencapai tujuan.