Malang, 8 Oktober 2025 — Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang kembali menyelenggarakan Studium Generale sebagai bagian dari kegiatan akademik rutin awal semester. Kegiatan ini menghadirkan Prof. Dr.Phil. H. Mohamad Nur Kholis Setiawan, MA sebagai narasumber utama dengan tema “Islam dan Tantangan Pluralitas di Eropa.”.
Acara berlangsung pada Rabu, 8 Oktober 2025, pukul 13.00 hingga selesai di Aula Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan diikuti oleh 215 mahasiswa program Magister (S2) dan Doktor (S3) dari berbagai program studi.
Hadir dalam kesempatan ini Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. H. Agus Maimun, M.Pd., yang secara resmi membuka kegiatan. Turut mendampingi beliau, Wakil Direktur I Prof. Dr. Like Raskova Octaberlina, M.Ed., dan Wakil Direktur II Dr. H. Sutaman, M.A. dan jajaran Kaprodi dan Sekprodi Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dalam sambutannya, Prof. Dr. H. Agus Maimun menyampaikan bahwa Studium Generale merupakan kegiatan strategis untuk memperkuat kapasitas akademik mahasiswa sekaligus memperluas wawasan keilmuan mereka terhadap isu-isu global yang relevan dengan perkembangan pendidikan Islam.

“Studium Generale ini menjadi ruang ilmiah bagi mahasiswa pascasarjana untuk memperkaya perspektif keilmuan dan memperdalam pemahaman terhadap konteks pendidikan Islam yang dinamis. Melalui forum ini, kita berharap lahir generasi intelektual yang berkarakter, adaptif, dan kontributif bagi peradaban Islam dan kemanusiaan,” ujar Prof. Agus Maimun dalam sambutannya.
Sementara itu, Prof. Dr. Nur Kholis Setiawan dalam pemaparannya menyampaikan refleksi mendalam tentang transformasi pendidikan agama di Eropa, khususnya di Jerman dan Belanda, dalam kurun waktu tiga dekade terakhir. Ia menjelaskan bahwa pada masa lalu, sistem pendidikan di Eropa tidak mengajarkan agama secara formal, melainkan menekankan pada nilai-nilai budaya (leben sekunde kultur).

“Tiga puluh tahun yang lalu, mereka tidak mengajarkan agama, hanya mengajar leben sekunde budaya. Kini trendnya telah berubah, dari leben menjadi pendidikan agama yang lebih aplikatif. Islam yang diajarkan di Jerman atau Belanda bukan lagi Islam Timur Tengah, tetapi disesuaikan dengan konteks sosial budaya masyarakat Eropa,” jelas Prof. Nur Kholis.
Beliau menambahkan bahwa pendidikan Islam di Eropa kini berkembang menjadi lebih praksis dan kontekstual, tidak lagi terjebak pada perbedaan mazhab atau perdebatan teologis antara Sunni dan Syiah. Model pendidikan tersebut justru mendorong hadirnya Islam sebagai kekuatan moral dan sosial yang berkontribusi dalam ruang publik.
“Pendidikan Islam berbasis budaya Eropa tidak membawa memori kakek moyangnya. Islam hadir dan memberikan landscape baru yang luar biasa. Muslim di Eropa kini bukan lagi komunitas pinggiran, tetapi bagian dari masyarakat yang turut berperan dalam membentuk wajah peradaban modern,” ungkapnya.
Dalam paparannya, Prof. Nur Kholis juga menyoroti fakta bahwa populasi Muslim di Eropa kini menempati urutan ketiga terbesar setelah Protestan dan Katolik, disusul oleh kelompok ateis. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan Muslim telah menjadi bagian integral dari struktur sosial dan budaya masyarakat Eropa.
“Yang awalnya eksklusif kini berubah menjadi terbuka. Teologi Islam kini menjadi bagian dari diskursus akademik dan dialog lintas budaya di universitas-universitas Eropa,” tambahnya.
Kegiatan Studium Generale ini berlangsung interaktif. Para mahasiswa aktif mengajukan pertanyaan dan berdiskusi terkait perbandingan sistem pendidikan Islam di Indonesia dan di negara-negara Barat. Antusiasme peserta mencerminkan semangat akademik mahasiswa Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam mengembangkan wawasan keislaman yang universal, moderat, dan kontekstual. Dengan terselenggaranya kegiatan ini, Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menegaskan komitmennya untuk menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam yang unggul dan berwawasan global, sesuai dengan visinya sebagai The Center of Excellence for Islamic Civilization. *pray





